-->

Ijab Qabul Ketika Wanita Sudah Hamil


Wanita yang hamil karena perbuatan zina tidak boleh dinikahkan baik dengan laki-laki yang menghamilinya ataupun dengan laki-laki lain kecuali bila memenuhi dua syarat. [1]

Pertama : Dia dan si laki-lakinya taubat dari perbuatan zinanya. [2]
Ini dikarenakan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan menikah dengan wanita atau laki-laki yang berzina, Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

اَلزَّانِÙŠْ لاَ ÙŠَÙ†ْÙƒِØ­ُ Ø¥ِلاَّ زَانِÙŠَØ©ً Ø£َÙˆْ Ù…ُØ´ْرِÙƒَØ©ً ÙˆَالزَّانِÙŠَØ©ُ لاَ ÙŠَÙ†ْÙƒِØ­ُÙ‡َا Ø¥ِلاَّ زَانٍ Ø£َÙˆْ Ù…ُØ´ْرِÙƒٌ ÙˆَØ­ُرِّÙ…َ Ø°َÙ„ِÙƒَ عَلى الْÙ…ُؤْÙ…ِÙ†ِÙŠْÙ†َ

Laki-laki yang berzina tidak mengawini kecuali perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin. [3]

Kisah Lainnya: Rumus Matematika Kehidupan


Syeikh Al-Utsaimin rahimahulah berkata, “Kita dapat mengambil satu hukum dari ayat ini. Yaitu haramnya menikahi wanita yang berzina dan haramnya menikahi laki-laki yang berzina. Artinya, seseorang tidak boleh menikahi wanita itu dan si laki-laki itu tidak boleh (bagi seseorang) menikahkannya kepada puterinya.” [4]

Apabila seseorang telah mengetahui bahwa pernikahan ini haram dilakukan, namun tetap memaksakannya dan melanggarnya, maka pernikahannya itu tidak sah. Dan bila melakukan hubungan, maka hubungan itu adalah perzinahan. [5] Dan bila terjadi kehamilan maka anak itu tidak dinasabkan kepada laki-laki itu (dalam kata lain si anak tidak memiliki bapak). [6] Ini tentunya bila mereka mengetahui, bahwa hal itu tidak boleh. Apabila seseorang menghalalkan pernikahan semacam ini, padahal mengetahui telah diharamkan Allah k, maka dia dihukumi sebagai orang musyrik. Karena menghalalkan perkara yang diharamkan Allah, telah menjadikan dirinya sebagai sekutu bersama Allah Azza wa Jalla dalam membuat syari’at. Allah Azza wa Jalla berfirman.

Ø£َÙ…ْ Ù„َÙ‡ُÙ…ْ Ø´ُرَÙƒَاءُ Ø´َرَعُÙˆْا Ù„َÙ‡ُÙ…ْ Ù…ِÙ†َ الدِّÙŠْÙ†ِ Ù…َا Ù„َÙ…ْ ÙŠَØ£ْØ°َÙ†ْ بِÙ‡ِ اللهُ

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan (sekutu) selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?[7]

Di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan orang-orang yang membuat syari’at bagi hamba-hambanya sebagai sekutu. Berarti orang yang menghalalkan nikah dengan wanita pezina sebelum bertaubat adalah orang musyrik. [8] Namun bila sudah bertaubat, maka halal menikahinya, bila syarat yang kedua terpenuhi. [9]

Kisah Lainnya: Keajaiban Alquran


Kedua : Harus beristibra’ (menunggu kosongnya rahim) dengan satu kali haidl bila si wanita tidak hamil. Dan bila hamil, maka sampai melahirkan kandungannya. [10]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

لاَ تُÙˆْØ·َØ£ُ Ø­َامِÙ„ٌ Ø­َتَّÙ‰ تَضَعَ Ùˆَلاَ غَÙŠْرُ Ø°َاتِ Ø­َÙ…ْÙ„ٍ Ø­َتَّÙ‰ تَسْتَبْرِØ£َ بِØ­َÙŠْضَØ©ٍ

Tidak boleh digauli yang sedang hamil sampai ia melahirkan, dan (tidak boleh digauli) yang tidak hamil sampai dia beristibra’ dengan satu kali haidl. [11]

Dalam hadits di atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menggauli budak (hasil pembagian) tawanan perang yang sedang hamil sampai melahirkan. Dan yang tidak hamil ditunggu satu kali haidl, padahal budak itu sudah menjadi miliknya.

Juga sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

لاَ ÙŠَØ­ِÙ„ُّ ِلامْرِئٍ ÙŠُؤْÙ…ِÙ†ُ بِاللهِ ÙˆَالْÙŠَÙˆْÙ…ِ اْلآخِرِ Ø£َÙ†ْ ÙŠَسْÙ‚ِÙŠْ Ù…َاءَÙ‡ ُزَرْعَ غَÙŠْرِÙ‡ِ

Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir dia menuangkan air (maninya) pada persemaian orang lain. [12]

Mungkin sebagian orang mengatakan anak yang dirahim itu terbentuk dari air mani si laki-laki yang menzinainy dan hendak menikahinya. Maka jawabnya ialah sebagaimana dikatakan Al-Imam Muhammad Ibnu Ibrahim Al Asyaikh rahimahullah, “Tidak boleh menikahinya hingga dia bertaubat dan selesai dari ‘iddahnya dengan melahirkan kandungannya. Karena perbedaan dua air (mani), najis dan suci, baik dan buruk, dan karena bedanya status menggauli dari sisi halal dan haram.” [13]

Kisah Lainnya: Hikmah Sebuah Kegagalan


Ulama-ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah mengatakan, “Dan bila dia (laki-laki yang menzinainya setelah bertaubat) ingin menikahinya, maka wajib baginya menunggu wanita itu beristibra’ dengan satu kali haidl sebelum melangsungkan akad nikah. Bila ternyata si wanita dalam keadaan hamil, maka tidak boleh melangsungkan akad nikah dengannya kecuali setelah melahirkan kandungannya. Sebagai pengamalan hadits Nabi n yang melarang seseorang menuangkan air (maninya) di persemaian orang lain.” [14]

Bila seseorang tetap menikahkan puterinya yang telah berzina tanpa beristibra’ terlebih dahulu dengan satu kali haidl. Atau sedang hamil tanpa menunggu melahirkan terlebih dahulu, sedangkan dirinya mengetahu bahwa pernikahan seperti itu tidak diperboleh. Dan si laki-laki serta si wanita juga mengetahui bahwa hal itu diharamkan sehingga pernikahannya tidak diperbolehkan, maka pernikahannya itu tidak sah. Apabila keduanya melakukan hubungan badan maka itu termasuk zina, dan harus bertaubat kemudian pernikahannya harus diulangi bila telah selesai istibra’ dengan satu kali haidl terhitung dari hubungan badan yang terakhir atau setelah melahirkan.

1]. Minhajul Muslim
[2]. Taisiril Fiqhi Lijami’il Ikhtiyarat Al-Fiqhiyyah Li Syaikhil Islam Ibnu Taimiyyah, Ahmad Muwafii 2/584, Fatawa Islamiyyah 3/247, Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’ah Al Muslimah 2/5584.
[3]. An Nur : 3.
[4]. Fatawa Islamiyyah 3/246.
[5]. Ibid.
[6]. Ibid 33/245.
[7]. Asy-Syuuraa : 21.
[8]. Syaikh Al-Utsaimin di dalam Fatawa Islamiyyah 3/246.
[9]. Ibid 3/247.
[10]. Taisiril Fiqhi Lijami’il Ikhtiyarat Al-Fiqhiyyah Li Syaikhil Islam Ibnu Taimiyyah, Ahmad Muwafii 2/583, Majmu Al Fatawa 32/110.
[11]. Lihat Mukhtashar Ma’alimis Sunan 3/74, Kitab Nikah, Bab Menggauli Tawanan (yang dijadikan budak), Al-Mundziriy berkata, “Di dalam isnadnya ada Syuraik Al-Qadliy, dan Al-Arnauth menukil dari Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam At Talkhish, bahwa isnadnya hasan, dan dishahihkan oleh Al-Hakim sesuai syarat Muslim. Dan hadits ini banyak jalurnya sehingga dengan semua jalan-jalannya menjadi kuat dan shahih.”( Lihat Taisir Fiqhi catatan kakinya 2/851.)
[12]. Abu Dawud, lihat ,Artinya:’alimus Sunan 3/75-76.
[13]. Fatawa Wa Rasail Asy-Syeikh Muhammad Ibnu Ibrahim 10/128.
[14]. Majallah Al-Buhuts Al-Islamiyyah 9/72.
Almanhaj.or.id

0 Response to "Ijab Qabul Ketika Wanita Sudah Hamil"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel